Kata orang ketika segala sesuatu sangat tidak mungkin mintalah pada Tuhan, maka segala sesuatu tersebut akan menjadi mungkin. Kali ini aku mencoba berdoa berkali-kali pada Tuhan untuk meminta dipertemukan kembali dengan seseorang. Sebuah doa yang terdengar begitu bodoh dan tidak masuk akal. Sebuah permintaan yang apabila aku utarakan pada manusia maka aku yakin 100% mereka akan men-judgeku sebagai perempuan putus asa, bodoh, mudah terbawa perasaan, kurang kerjaan, atau berasumsi aku hanya kesepian di negeri orang. Alasan kenapa aku berdoa pada Tuhan, karena aku tidak ingin menceritakan pada manusia yang penuh sikap judgemental. Awalnya aku juga mempertanyakan perasaanku sendiri bagaimana bisa, hanya bertemu tiga kali aku sudah jatuh cinta dengan orang ini.
Semua bermula pada hari selasa, 4 April 2023. Siang itu aku berangkat ke kampus hubland, dengan bus no.10 seperti biasa. Di perhentian bus erthalstrasse atau zeppelinstrasse aku lupa tepatnya dimana, dia, pria itu berdiri dipintu bus untuk bersiap turun. Aku menangkap dia menatapku sejenak, lalu aku tatap balik, sepertinya dia berasal dari Pakistan atau Turki. Kemudian, aku kembali fokus melihat hp ku tidak begitu peduli. Tiba-tiba dia berkata dalam bahasa arab atau turki, aku tidak mendengarnya dengan jelas, tapi dia jelas mengucapkannya sambil menatapku dan tersenyum. Aku sontak bingung dan hanya bisa memasang tatapan "hah?? apa??" wkwkwk sebuah respon yang benar-benar tidak anggun dan elegan. lol. Pria itu menyadari kalau aku tidak mengerti yang dia katakan, hingga akhirnya dia mengucapkan kembali perkataannya dalam bahasa Inggris "Happy Ramadhan" sambil tersenyum. Senyum yang sampai sekarang masih terekam dalam memori ingatanku. Lalu aku menjawab "Thank you, you too:)". Hari itu aku belum begitu memiliki perasaan dengannya, hanya sekedar mengingatnya. Pria dengan celana outdoor, memegang tongkat hiking, mengenakan ransel "National Geographic". Deduksiku mengatakan dia saat itu hendak melakukan hiking.
Keesokan harinya, Rabu 5 April 2023 aku bertemu dengannya lagi 2 kali. Sore hari saat aku pulang dari kerja part time di perhentian bus am hubland. Aku turun dari bus no. 20, sedangkan dia naik bus tersebut. Sekilas aku tidak yakin dia adalah pria tersebut, aku berusaha melongokkan kepalaku. Dia melihatku dan melambaikan tangan kepadaku sambil tersenyum. Ya Tuhan, jantungku berdegup dan aku tersenyum membalas lambaian tangannya. Aku berdoa dalam hati "Ya Tuhan pertemukan lagi aku dengan pria ini, aku ingin tau tentang dia". Ajaib Tuhan menjawab, doaku. Setelah dari am hubland, aku pergi ke toko woolworth membeli hadiah perpisahan untuk temanku yang akan kembali ke Italia. Saat dikasir aku melihatnya di luar sedang berjalan, pemandangan itu benar-benar membuatku terdiam sampai wanita Afrika dibelakangku menegurku untuk minggir karena ada pegawai toko yang hendak lewat terhalang olehku. Oh Tuhan..
Secepat kilat setelah dari kasir, aku keluar mencari-cari sosoknya. Ah aku kehilangan pria itu. Aku berdiri di bundaran Barbarotsplatz Juliuspromenade, menunggu bus 114. Tiba-tiba dari belakang aku melihat dia berjalan. Aku hanya terdiam dan tidak bisa melihatnya. Saat itu tubuhku panas dingin, jantung berdetak kencang. Dalam otakku berteriak "Hampiri dia, sapa!! tanya namanya!!!" Tetapi aku malah diam saja dan tidak bisa berbuat apa-apa. Hingga aku melewati moment itu dan kehilangan pria tersebut. Aku tidak berhasil menemukan namanya, apakah dia tinggal disekitar Wuerzburg, atau hanya seorang traveler. Bodoh, aku mengutuki diriku sendiri. Padahal Tuhan sudah memberiku kesempatan, tetapi aku malah menyia-nyiakannya. Setelah hari itu aku terus terbayang sosok pria tersebut. Aku juga berdoa dan bertanya pada Tuhan, apakah aku terlalu naif? Katanya pemilik hati kita adalah Tuhan, maka aku meminta untuk mengatur hatiku dengan baik. Aku juga meminta pada Tuhan, jika memang mendatangkan kebaikan tolong pertemukan aku dengannya lagi Tuhan. Terdengar sedikit egois. Tetapi bolehkan berdoa pada Tuhan apa yang kita mau. Aku yakin kalaupun itu tidak baik, maka Tuhan akan menjauhkannya dariku.
Salam
Anggia